Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia (BI) Firman Mochtar menuturkan, keputusan BI menaikkan tingkat bunga acuan dari 5,75 persen menjadi 6,00 persen banyak didorong oleh faktor eksternal. Langkah tersebut juga diambil dalam rangka memperkuat ketahanan eksternal Indonesia.
“Ini yang ingin kita mitigasi, sehingga bisa mendorong tetap menjaga pertumbuhan ekonomi di 2023 yang sekitar lima persen dan 2024 kita harapkan tetap solid didukung oleh konsumsi domestik,” ujar Firman saat menjadi pembicara sicbo online BNI Investor Daily Summit 2023 bertema Sustainable Growth, Global Challenges, Selasa, 24 Oktober 2023.
Setidaknya ada sejumlah alasan dasar yang mendorong BI menaikkan suku bunga. Pertama, kata Firman, ialah kondisi global yang masih berada dalam ketidakpastian dan bahkan berpotensi meningkat.
Misal, ekonomi Amerika Serikat yang sebelumnya diprediksi melemah justru tumbuh relatif kuat dan stabil. Sedangkan ekonomi Tiongkok yang diprediksi menguat justru kebalikannya. Itu memengaruhi berbagai indikator ekonomi global, tak terkecuali Indonesia.
Kemudian, lanjut Firman, masih tingginya tensi geopolitik Rusia-Ukraina. Bahkan kondisi geopolitik dunia kian rumit dengan pecahnya perang Palestina-Israel. Keduanya diperkirakan akan mengerek harga pangan dan energi dunia.
Kenaikan harga pangan dan energi dunia memiliki rambatan yang cukup besar pada sektor-sektor perekonomian lainnya. Ini disebut Firman menjadi salah satu pertimbangan utama BI menaikkan tingkat bunga acuan.
Berikutnya yaitu kebijakan suku bunga acuan The Federal Reserve yang tetap tinggi untuk periode waktu yang lama. BI memperkirakan kondisi tersebut akan bertahan hingga semester I-2024.
Di saat yang sama, defisit AS juga membengkak dan membutuhkan suntikan dana dari obligasi negara. Itu mengakibatkan imbal hasil (yield) yang ditawarkan pemerintahan Joe Biden mendulang tinggi.
“Ini yang mengakibatkan munculnya interest rate differential yang melebar, gambaran ini yang menjadi perhatian,” kata Firman.
Kondisi itu melahirkan faktor keempat yang menjadi pertimbangan BI menerapkan suku bunga. Para investor saat ini mulai mengalihkan investasinya ke AS dan negara maju lainnya.
Peralihan itu juga disebut tak semata memindahkan aset, tetapi turut mencairkannya ke dalam bentuk uang tunai. Alhasil, kata Firman, fenomena cash is the king muncul dan mengakibatkan penguatan dolar AS secara global.
“Jadi pelemahan (mata uang) yang terjadi, bukan hanya di Indonesia, tetapi di seluruh negara, sebagian besar negara emerging market kurs-nya mengalami depresiasi yang cukup besar,” tutur dia.
“Faktor inilah yang ingin kami mitigasi dengan segera, kita melakukan secara preemptive, jangan sampai ini terus berlanjut karena kondisinya akan panjang, termasuk yield differential yang melebar,” tambah Firman mengakhiri.