Merantau di dalam formalitas Minangkabau dipercaya timbul gara-gara adanya sistem matrilineal. Sistem ini menyebabkan laki laki Minang hanya mencapai sedikit bagian atau tidak mirip sekali harta pusaka atau warisan dari keluarganya. Selain itu, orang Minang terhitung miliki pandangan bahwa merantau adalah fasilitas untuk studi lebih banyak hal. Pengalaman atau pengetahuan yang didapatkan dari perantauan di dambakan menyebabkan seseorang menjadi lebih berfaedah di dalam masyarakat waktu ulang ke kampung halaman.
Etnis Minangkabau dikenal sebagai tidak benar bet 10 etnis yang suka merantau. Secara historis formalitas merantau sudah menjadi dikerjakan sebelum datangnya kolonialisme di Minangkabau. Saat itu, merantau dikerjakan bersama bersama alasan kurangnya lahan garapan di wilayah darek. Bagi mereka yang tidak miliki lahan garapan terpaksa mereka mencari lahan atau wilayah baru yang dekat bersama bersama wilayah asalnya. Makanya formalitas merantau bisa mirip bersama bersama takkk gara-gara dikerjakan pada hari raya idul fitri.
Migrasi terhitung merupakan sebuah formalitas yang tidak hanya dipakai oleh masyarakat Minangkabau saja melainkan semua masyarakat Indonesia terhitung kenakan formalitas migrasi. Satu perihal yang paling mencolok adalah masyarakat Minangkabau yang banyak melaksanakan migrasi dari tempat asalnya ke tempat lain.
Banyak dijumpai orang Minangkabau di tiap-tiap daerah. Hampir di tiap tempat di Indonesia dijumpai masyarakat Minangkabau. Tradisi merantau yang berkembang pesat di dalam budaya yang sudah mengakar oleh masyarakat Minangkabau.
Merantau di Minangkabau merupakan sebuah kebudayaan n yang turun temurun dari zaman nenek moyang orang Minangkabau terdahulu. Kebudayaan merupakan keseluruhan suatu sistem gagasan, tindakan, dan juga hasil karya manusia di dalam kehidupan Budaya merantau tidak dulu luntur. Setiap tahun ada saja orang dari Minangkabau yang pergi merantau ke negeri orang lain. Budaya merantau terhitung sudah mengakar atau tumbuh di dalam masyarakat Minangkabau itu sendiri dan terhitung diwariskan dari satu generasi ke generasi lain.
Rakik, atau biasa disebut bersama bersama rakit, ialah kendaraan apung yang dibuat dari lebih dari satu buluh yang diikat berjajar untuk mengangkut barang atau orang di air. Namun rakik kali ini tidak seperti rakik pada umumnya, kali ini lebih istimewa, gara-gara dihiasi puluhan lampu togok yang disusun berjajar secara bertingkat memutari rakik bersama bersama menyisakan lebih dari satu badan dari rakik untuk tempat pemain tambua tansa menabuh ria.
Rakik rakik adalah kendaraan apung yang terbuat dari bambu bersama bersama bentuk yang banyak variasi seperti ornamen tempat tinggal formalitas Minangkabau, masjid, jam gadang, dan lain sebagainya. Festival rakik rakik biasa dikerjakan oleh masyakat di Nagari Maninjau Ketika hendak menyongsong hari raya idul fitri. Kegiatan ini sudah menjadi formalitas oleh masyarakat kurang lebih waktu lebaran mampir manfaat menjalin silaturahmi bersama bersama kerabat dan saudara yang pulang dari perantauan.Kegiatan ini diikuti oleh semua jorong yang ada di Nagari Maninjau, yakni Jorong Kukuban, Jorong Gasang, Jorong Pasar Maninjau, dan Jorong Kubu Baru. Tiap-tiap jorong menampilkan rakik rakik bersama bersama kreasinya masing-masing.
Jorong Kukuban menampilkan rakik bermotif masjid, Jorong Gasang bersama bersama motif Masjid Raya Sumatera Barat, Jorong Pasar Maninjau bermotif kombinasi slot garansi masjid dan tempat tinggal adat, Jorong Kubu baru bermotif kombinasi tempat tinggal adat, carano, talam, dan gonjong tempat tinggal adat, dan juga Jorong Bancah rmenampilkan rakik bersama bersama motif Masjid Raya Sumatera Barat. Motif untuk rakik rakik selanjutnya tidak ditentukan oleh panitia kegiatan, melainkan dibebaskan kepada tiap-tiap jorong agar bisa menampilkan kreatifitas mereka.
Banyak cara yang dikerjakan masyarakat untuk menyongsong hari kemenangan, Idul Fitri, seperti berkumpul bersama bersama sanak saudara, takbiran, melaksanakan aktivitas hiburan, dan lain sebagainya. Berbeda bersama bersama yang dikerjakan oleh masyarakat Salingka, danau Maninjau, Sumatera Barat, yakni formalitas Festival rakik. Atas nama tiap-tiap jorong, ditampilkan lah rakik (kendaraan apung dari bambu) bersama bersama bentuk yang banyak variasi dari bentuk tempat tinggal formalitas minangkabau, masjid, dan ada terhitung yang berwujud seperti Jam Gadang. Rakik-rakik ini pun dihiasi lampu nan megah agar pancarkan keindahan dan sinar indah bagi danau Maninjau. Yang menjadi puncak prosesi dari festival rakik ini yakni waktu sejumlah rakik bertemu dan mereka saling adu kekuatan bersama bersama perlihatkan rakik yang mereka banggakan.
Selain lampu yang berkilap, dari atas rakik-rakik selanjutnya saling bersautan dentuman meriam bambu dan lantunan tambua tansa (gendang khas Minangkabau) yang meningkatkan kemeriahan festival rakik ini. Menilik jauh perihal festival ini, pembuatan rakik dan persiapan acara ini dikerjakan oleh para pemuda di kurang lebih danau Maninjau, tujuannya bukan hanya cuman menggerakkan tradisi, namun membangun solidaritas antar pemuda di kurang slot bet 200 lebih danau Maninjau ini. Hal ini pun dikerjakan untuk menyongsong para perantau yang baru saja pulang ke kampung halaman, namun terhitung mencerminkan pengenalan budaya atau ornamen khas sumbar.