Gunung Krakatau Meletus, Inilah Dampaknya! – Hari ini 140 tahun lalu, atau tepatnya 27 Agustus 1883, Gunung Krakatau di Pulau Rakata, perairan Selat Sunda, meletus hebat. Dikutip dari History, letusan saat itu merupakan yang terkuat dalam Hongkong Pools sejarah dengan level 6 skala Volcanic Explosivity Index (VEI) dengan kekuatan 200 megaton TNT. Sebagai perbandingan, bom yang menghancurkan kota Hiroshima, Jepang pada 1945 memiliki kekuatan 20 kiloton Diketahui pada saat itu, Krakatau terdiri dari tiga puncak, yakni Perboewatan yang berada paling utara dan teraktif, Danan di tengah, dan Rakata yang terbesar.
Sebelum meletus hebat, Krakatau sudah menunjukkan aktivitas erupsi pertama setelah lebih dari 200 tahun, yaitu pada Mei 1883. Saat itu, masyarakat di sekitar barat Jawa dan selatan Sumatera merasakan getaran dan mendengar ledakan. Sebuah kapal perang Jerman yang melintas saat itu melaporkan, terdapat awan dan debu yang membumbung setinggi 9,5 km di atas Krakatau. Dua bulan setelah laporan tersebut, letusan serupa disaksikan oleh kapal komersial serta penduduk Jawa dan Sumatera. Namun, justru disambut gembira oleh penduduk karena minimnya pengetahuan terkait kebencanaan.
Hingga pada 26 Agustus 1883 sore hari, kegembiraan itu lenyap seiring ledakan dahsyat dari Gunung Krakatau. Begitu dahsyatnya letusan ini, sampai terdengar di Australia Tengah yang berjarak 3.300 km dari titik ledakan dan Pulau Rodriguez di Samudera Hindia yang berjarak 4.500 km. Esoknya pada 27 Agustus 1883, ledakan dahsyat kembali terjadi yang mengakibatkan dua pertiga pulau di bagian utara hancur. Runtuhnya pulau tersebut kemudian memicu tsunami besar yang melanda wilayah sekitarnya. Tercatat, ada sekitar 35.500 korban meninggal dunia yang 31.000 antaranya karena tsunami yang terjadi setelah materi letusan gunung mengalir deras ke laut. Selain itu, sebanyak 4.500 orang hangus akibat aliran piroklastik yang menerjang permukiman setelah bergulir di atas permukaan laut.
Pada ledakan 27 Agustus 1883, batu dan abu halus disemburkan oleh Krakatau ke angkasa hingga mencapai 50 mil tingginya. Pekatnya abu vulkanik sebabkan langit menjadi gelap dari pagi hingga malam. Letusan Krakatau bahkan menutupi atmosfer dan berakibat pada turunnya suhu di seluruh dunia. Wilayah yang terdampak meliputi Jepang, Amerika, juga sebagian Benua Eropa. Kala itu, dunia mengalami gangguan cuaca akibat letusan Krakatau selama beberapa tahun kemudian. Tak sampai di situ, letusan tersebut juga memicu serangkaian bencana alam yang dirasakan hingga ke seluruh dunia.
Endapan material vulkanik yang dimuntahkan Krakatau menutup daerah seluas 827.000 km persegi. Letusan-letusan lumpur kemudian terjadi pada September dan Oktober 1883 sampai Februari 1884. Mengalami masa tenang selama 44 tahun, lalu lahirlah Anak Krakatau pada Agustus 1930. Gunung Anak Krakatau inilah yang dikenal hingga sekarang. Belakangan, terutama pada 22 Desember 2018, Anak Krakatau mengalami letusan besar yang mengakibatkan tsunami di Selat Sunda dengan menghantam pesisir Banten dan Lampung.
Ahli geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman mengatakan, penyebab atau pemicu utama letusan Gunung Krakatau karena aktivitas vulkanik gunung itu sendiri. Saat itu, letusan besar yang terjadi berdasarkan proses magmatisme di dalam perut Bumi. Sebelum meletus, terjadi pergerakan endapan magma dari kedalaman dangkal menuju permukaan karena adanya dorongan gas yang bertekanan tinggi. Dorongan magma yang bentuknya cair dan berpijar itu akan keluar ke permukaan melalui rekahan dalam kerak bumi.